Sejak
Taman Kanak Kanak sudah diajarkan oleh guru mengenai logika matematika
sederhana. Misalnya bahwa dua apel dikurang satu apel sama dengan satu
apel. Lalu jika satu apel sisa digigit bersama-sama dengan teman-teman
yang lain hingga habis maka apelnya akan tidak bersisa alias nol.
Nol sama dengan tidak ada, hilang, hangus selamanya.. dan kita tidak
memiliki apa apa. Jadi, secara logika, bila punya satu apel, bila
diberikan pada orang lain akan habis… maka bila punya satu apel lebih
baik dimakan sendiri saja lebih enak ya? atau beli satu apel lagi,
lumayan perut agak terisi.
Lalu bagaimana logika matematika menghitung isi sebuah hadist ini?:
“ Harta itu sungguh tidak berkurang dengan sedekah “
( HR. Muslim dan Tirmidzi )
Secara logika: Apel=harta dan jika diberikan pada orang lain maka tidak berkurang?
Eit! Jangan berharap jika mengejapkan mata maka apel tersebut akan tetap menjadi UTUH di atas telapak tangan kita setelah kita memakannya habis beramai-ramai..(anak kecil mesti diajarkan hal ini)
Allah sungguh tak pernah Ingkar janji. Hadist diatas jangan dihitung
berdasarkan logika manusia semata. Janji Allah pasti terjadi. Pengalaman
telah memberikan pengertian kepada saya, bahwa dengan bersedekah atau
memberi kepada orang lain (bisa berupa materi maupun immateri) meskipun
tak seberapa, dapat kembali menjadi berlipat ganda dan pasti datang pada waktu yang tepat.
Bahwa sedekah yang telah dikeluarkan akan memberikan balasan sesuai
niat dan tujuan hati saat tangan diatas. Bahkan pemberian pada binatang
pun seperti misalnya kucing, dengan niat hati yang tulus maka pemberian
itu tidak pernah sia-sia. Harta yang semula tak seberapa tidak pernah
berkurang bahkan subhanallah..selalu bertambah. Jangan pernah
ragu..(menjadi pengingat untuk saya juga). Karena di dalam harta kita
terdapat hak orang lain…
Niat tulus? Seperti apa? (hal ini pernah saya tanyakan pada diri
sendiri bahkan sampe cari dikamus).. niat tulus adalah kekuatan dalam
hati untuk membantu, memberi tanpa meminta balasan dari yang kita beri.
Sehingga setelah sedekah diberikan bisa jadi dalam beberapa menit bisa
melupakan pemberian tersebut seberapa besarnya pun (hal ini saya masih
belajar), dan tidak menceritakannya pada orang lain (untuk menjaga hati
yang kita beri…)
Sudah tak terhitung berkali kali Allah memberikan balasan berlipat
lipat atas pemberian tak seberapa, namun JanjiNya tak akan pernah
lalai..Syukron yaa Rabb..Padahal saya sendiri masih banyak kelalaian
pada perintah Nya..
MEMBELANJAKAN HARTA DI JALAN ALLAH SWT
Membelanjakan harta di jalan Allah SWT (kita kenal istilah,
fisabilillah) adalah satu dari ciri-ciri utama orang-orang mukmin
sejati. Dalam hal ini, Allah SWT tidak sekedar memerintahkan melainkan
juga memberi motivasi begitu indah, agar kita tergerak untuk
melaksanakannya. Sebagai contoh motivasi yang diberikan, salah satunya
terdapat didalam Surat Al-Baqarah Ayat 265.
Perumpamaan mereka yang membelanjakan hartanya demi mendapat
ridha Allah dan meneguhkan (keimanan) jiwanya adalah bagaikan sebidang
kebun ditempat yang tinggi. Ketika ditimpa hujan lebat maka hasil
buahnya duakali lipat banyaknya. Jika hujan lebat tidak turun maka hujan
gerimispun telah mencukupi. Dan Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu
kerjakan.
Berbicara soal membelanjakan harta fisabilillah tampaknya mudah.
Namun demikian, diperlukan kemauan yang cukup kuat untuk melakukannya.
Maka dari itu, membelanjakan/menafkahkan (ber-infaq) harta di jalan-Nya
dapat memperkuat jiwa dan akhlaq orang yang melakukannya. Lebih jauh
lagi, sekecil apapun infaq yang disisihkan dengan penuh ikhlas sudahlah
mencukupi untuk meraih ganjaran/balasan yang besar dari Allah SWT.
Dorongan atau motivasi yang diberikan dengan cara lain oleh Allah SWT kepada kita, terdapat didalam Surat Al-Hadid Ayat 7,
Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, dan infaqkanlah
sebagian harta yang Allah telah menjadikanmu menguasainya. Maka
orang-orang yang beriman diantara kamu dan berinfaq, bagi mereka itu ada
ganjaran yang besar.
Pada ayat ini Allah SWT menjelaskan kepada kita bahwa apapun yang
kita miliki, sebelumnya telah pernah dimiliki oleh orang lain. Begitu
pula nantinya apa yang kita miliki akan berpindah kedalam kepemilikan
orang lain. Begitulah, kita adalah pengelola sementara atas harta itu,
dengan kata lain peran kita hanyalah sebagai pemegang amanat. Maka dari
itu, kita tidak perlu ragu-ragu dalam membelanjakan sebagian harta yang
mana sifat kepemilikan kita atasnya hanyalah sementara. Selanjutnya,
dengan ayat ini menjadi jelaslah bagi kita bahwa hanya mereka yang
beriman dan menafkahkan hartanya di Jalan Allah SWT sajalah yang kelak
akan memperoleh ganjaran yang besar dari Allah SWT. Adapun bagi
orang-orang yang tidak beriman, yang membelanjakan hartanya untuk
keperluan sosial, kelak di Hari Pembalasan tidak ada balasan baginya
atas kebajikan yang telah ia lakukan itu, walaupun di dunia ini beberapa
bentuk penghargaan bisa saja diperolehnya.
Allah SWT berfirman didalam Surat Al-Hadid Ayat 10,
Dan mengapa kamu tidak menafkahkan (sebagian hartamu) pada jalan
Allah? Padahal Allah-lah yang mempusakai (memiliki) langit dan bumi.
Pada ayat ini juga terkandung petunjuk dan dorongan untuk
membelanjakan sebagian harta di jalan Allah SWT. Dorongan itu berupa
ajakan untuk merenungi, adakah diantara kita yang memiliki sebagian dari
langit? Tentu tidak! Sesungguhnya hanya kepunyaan Allah SWT sajalah
seluruh langit itu. Demikian pula dengan apa saja yang di bumi ini
semuanya milik Allah SWT, walaupun seringkali kita terbiasa salah-ucap
mengatakan, “ mobil saya, rumah saya, ataupun, ini balai pengobatan
saya.” Maka dengan firman-Nya yang merangkai kata langit dan bumi, Allah
SWT menerangkan kepada kita bahwa, sebagaimana halnya apapun yang di
langit adalah milik-Nya demikian pulalah dengan apa-apa yang ada di bumi
juga milik Allah SWT. Maka tak perlu kita ada keengganan untuk
menafkahkan di jalan Allah SWT, harta yang sejatinya adalah milik Allah
SWT. Maka dari itu Allah SWT pun mengundang kita didalam Surat Al-Hadid
Ayat 11,
Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah dengan pinjaman yang
baik, maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya,
dan ia akan memperoleh pahala yang banyak.
Apakah yang dimaksud dengan pahala/ganjaran yang besar atau pahala
yang banyak? Ini dapat secara baik kita pahami dengan menilik Ayat ke-36
dari Surat An-Naba berikut ini.
Sebagai balasan dari Tuhanmu dan pemberian yang cukup banyak.
Ganjaran Surga jauh melampaui balasan yang patut kita terima atas
perbuatan baik yang telah kita lakukan. Jadi, sebagai tambahan dari
balasan itu, Allah SWT juga memberikan hadiah yang cukup banyak.
Besarnya hadiah ini tergantung kepada keikhlasan dan niatan perbuatan
kebajikannya. Itulah yang disebut oleh Allah SWT sebagai pahala yang
banyak atau pahala yang besar di berbagai ayat didalam Al-Qur’an.
Demikianlah kita akan memperoleh balasan dari Allah SWT, atas harta yang
kita pergunakan fisabilillah sesuai dengan niat dan kadar keikhlasan
kita pada saat melakukannya.
Anas RA meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Jika seseorang
memiliki satu lembah emas, ia takkan pernah merasa puas. Ia akan
menginginkan satu lagi lembah penuh emas untuk dimilikinya. Padahal
sesungguhnya hanya debu-kuburlah yang bisa memenuhi/memuaskan mulut
seseorang.” (Bukhari)
Ubai bin Ka’ab mengatakan bahwa hadits ini begitu sering
dibaca-ulang, sampai-sampai kami menyangka itu adalah ayat-ayat
Al-Qur’an sehingga Allah SWT mewahyukan Surat At-Takatsur Ayat 1~8.
Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk kedalam
kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu
itu), dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah
begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin. Niscaya kamu
benar-benar akan melihat Neraka Jahiim, dan sesungguhnya kamu
benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul yaqin (yakin sebab melihat
sendiri), kemudian kamupun pasti akan ditanyai pada hari itu tentang
kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).
Ibnu Umar meriwayatkan bahwa suatu ketika Rasulullah Muhammad SAW
menyampaikan sabda beliau kepada para sahabat, “Dapatkah kamu membaca
seribu (1000) ayat Al-Qur’an setiap hari?.” Para sahabat pun berkata,
“Siapakah dari kita yang sanggup melakukannya!?.” Rasulullah pun
bersabda, “Adakah kamu tak dapat membaca Surat At-Takatsur.” (Al Hakim
dan Al Baihaqi)
Dengan demikian berarti bahwa kandungan pesan didalam Surat
At-Takatsur itu setara dengan seribu ayat. Adalah kenyataan bahwa
kelemahan manusia itu adalah menumpuk-numpuk dan terus menambah harta
dalam genggamannya hingga maut menjemput. Sungguhpun demikian, ada
kewajiban orang beriman untuk membayar zakat (maal) sebesar 2.5 % (dua
setengah persen) dari hartanya. Perlu diingat juga bahwa Allah SWT
sering kali menyebutkan perintah Zakat langsung mengikuti perintah
Shalat didalam Al-Qur’an. Dengan kata lain, Tidak diterima Allah SWT
shalat seseorang sehingga ia bayarkan kewajiban zakatnya. Khalifah Abu
Bakar RA adalah sahabat yang terbaik pemahamannya dalam hal zakat.
Beliau menugaskan pasukan untuk memerangi mereka-mereka yang menolak
membayar zakat walaupun mereka itu masih mengerjakan shalat dan
menunaikan puasa.
Allah SWT berfirman didalam Surat Al-Muzammil Ayat 20:
Dan dirikanlah shalat dan bayarlah zakat, dan pinjamkanlah kepada Allah pinjaman yang baik.
Pada ayat ini, Selain memerintahkan kita untuk membayar zakat, Allah
SWT juga menganjurkan kita untuk dengan ikhlas menambah lagi belanja
kita di Jalan Allah SWT. Ciri-ciri orang yang sungguh-sungguh mukmin
banyak disebutkan di berbagai ayat didalam Al-Qur’an. Misalnya, didalam
Surat Adz-Dzariat Ayat 17~19 Allah SWT berfirman,
Mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam; Dan di akhir malam
mereka memohon ampun (kepada Allah). Dan pada harta-harta mereka ada hak
untuk orang-orang miskin yang meminta dan yang tidak mendapat bagian
(tidak meminta).
Begitupun didalam Surat Al-Ma’arij Ayat 24, 25; Allah SWT berfirman:
Dan orang-orang yang didalam hartanya tersedia bagian tertentu,
bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa
(yang tidak mau meminta)
” Bagian tertentu” yang dimaksud didalam ayat ini adalah bagian yang
telah ditetapkan untuk sepanjang masa oleh Allah SWT dalam bentuk zakat
yakni sebesar 2,5 % (dua setengah persen) dari harta kekayaannya.
Tersebut pula didalam firman Allah SWT Surat Al-Insaan Ayat 8 & 9,
Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang
miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberikan
makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak
menghendaki balasan darimu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.
Terkadang kita heran, mengapa Allah SWT menakdirkan Nabi Muhammad SAW
terlahir dalam keadaan yatim. Tentunya hanya Allah SWT sajalah yang
mengetahui secara sempurna tentang hal ini. Mungkin saja, salah satu
alasan adalah Allah SWT berkehendak menanamkan di masa kecil Rasulullah
SAW bagaimana rasanya hidup sebagai anak yatim, karena ini merupakan
latihan penting bagi beliau yang dikemudian harinya diangkat oleh Allah
SWT sebagai Rahmatan lil ‘Alamin (sebagai rahmat bagi alam semesta).
Bimbingan dan Petunjuk Allah SWT berpengaruh amat seketika terhadap
para sahabat Rasulullah Muhammad SAW. Sebagai contoh, perhatikanlah
firman Allah didalam Ayat ke 92 dari Surat Ali ‘Imran berikut ini.
Tidaklah sekali-kali kamu sampai pada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.
Begitu mendengar turunnya ayat ini, Abu Thalhah RA bergegas mendatangi
Rasulullah SAW untuk menyerahkan kebunnya yang terbaik, disumbangkan
untuk kepentingan Sabilillah. Begitu pula dengan Zaid bin Haritsah RA,
ia segera menyerahkan kuda terbaik yang dimilikinya.
Saya berdo’a semoga Allah SWT memberikan kemampuan kepada kita untuk
membayar Zakat dan mengeluarkan sedekah secara tulus-ikhlas dan teratur
dari waktu ke waktu. Amiin.
Wednesday, 30 October 2013
Mutiara Islam
→ Kaya dengan sedekah
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment
Silahkan Jika Anda Ingin Berkomentar, Namun Tolong Gunakan Bahasa Yang Baik & Sopan