1.
|
Ghofil (Ghofilin),
yaitu orang yang beribadah kepada Alloh sambil ghoflah hatinya tidak
ingat kepada Alloh, hatinya tidak ikut beribadah, tidak merasa dilihat
oleh Alloh, melainkan asik mengikuti perasaan yang ada. Sementara
anggota badannya menghadap dalam pengabdian kepada Alloh, sedangkan
hatinya mengembara ke segala arah, ingat itu, ingat ini, misalnya tubuh
bersujud sementara hati berada di kantor atau di pasar sedang melayani
pelanggan.
|
2.
|
Murid (Muridin),
Yaitu seorang hamba yang sedang meniti jalan kepada Alloh (Amaliyah),
baik berupa ibadah mahdloh maupun ghoir mahdloh, yakni beribadah dengan
cara meniti perintah Alloh dan menghindari segala apa yang dilarang oleh
Alloh dengan harapan mendapatkan keridloan dari Alloh SWT, singkatnya,
adalah hamba yang senantiasa mengusahakan dirinya selalu berada dalam
hal fardlu atau sunnah paling tidak ada dalam mubah, tidak melihat
bentuk pekerjaan baik itu Pedagang, Petani, Guru atau Pemimpin dan lain
sebagainya. Semua bentuk pekerjaan itu dikaitkan kepada mardlotillah,
kalaulah selesai mengerjakan pekerjaan itu juga di kembalikan kepada
Alloh.
"Maka ketika telah selesai dari suatu pekerjaan, maka kembalilah kepada Alloh, dan hanyalah kepada tuhanmu kamu mengharap." (QS:Al-Insyiroh : 6-7)
Orang
yang telah menginjak level/tingkatan Muridin, menurut kitab Sulam
Taufiq sudah dikatakan waliyullah, sebab yang dinamakan wali adalah :
"Orang yang terus-menerus Taat", yang tidak pernah putus beribadah kepada Alloh, baik ibadah mahdloh atau goir mahdloh.
Orang
yang sudah berada dalam tingkatan Muridin pasti akan dibukakan jalan
oleh Alloh, yaitu jalan untuk menuju kebahagian dunia dan akhirat,
sebagaimana janji Alloh dalam dalam surat Al-Ankabut : 69.
"Dan
adapun orang-orang yang berjihad dijalan kami, maka kami akan
menunjukan kepadanya jalan-jalan kami , dan sesungguhnya Alloh beserta
orang-orang yang baik."
|
3.
|
Salik (Salikin),
yaitu orang yang sedang beribadah kepada Alloh, baik ibadah mahdloh
atau ghoir mahdloh, tak ada bedanya seperti muridin, hanya saja salikin
ini mengharap diberi kema'rifatan, ingin bisa ma'rifat kepada Alloh,
ya'ni orang yang sedang berjalan/berusaha menuju kema'rifatan kepada
Alloh dengan jalan Taqorrub, yaitu melaksanakan perintah Alloh dan
menjauhi larangan Nya. Pendek kata, ibadahnya orang Salikin ingin
mendapatkan kema'rifatan, oleh karena itu ia selalu sibuk dan berusaha
utuk mendapatkan kema'rifatan, dengan cara bayak berdzikir, baik :
· · Dzikir lisan saja.
· · Dzikir lisan dengan hatinya.
· · Dzikir hatinya saja.
· · Dzikir jiwanya.
· · Dzikir hati sanubarinya.
Tetapi
seseorang tidak bisa mencapai maqom salikin kalau belum benar dalam
Muridin, sebab bisa tercapai maqom salikin kalau sudah sempurna
syariatnya dan siap ilmunya, lalu ia mengusahakan dirinya mencapai
kema'rifatan. Kalaupun seseorang bersikeras ingin mendapatkan
kema'rifatan tanpa menyiapkan ilmunya walaupun syariatnya dilaksanakan
dengan sempurna, maka ia tidak akan mencapai kema'rifatan dan tak akan
diberikan.
|
4.
|
Washil (Washilin),
yaitu : orang yang sudah sampai ke tingkatan Ma'rifat, baik dengan
menggunakan jalan syari'at menuju kema'rifatan seperti halnya Muridin,
atau tidak, seperti mendapatkan kema'rifatan melalui Tanazzul (langsung
diberi kema'rifatan tanpa mengusahakan). Oleh karena sinar kema'rifatan
yang sudah di miliki dengan sempurna, maka hatinya bulat bahwa beribadah
hanya karena Alloh, tak ada maksud dan tujuan selain mendapat
Mardlotillah.
|
5.
|
Arif (Arifin), yaitu : orang yang sudah ma'rifat dan lupa akan syari'at, atau dengan kata lain sudah Mahjub.
Adapun
perbedaan 'Arif dan Washil yaitu : Wasil walaupun ia telah mencapai
kema'rifatan tapi ia tidak menghilangkan syari'at, dirinya masih tetap
menjalankan syari'at. Adapun 'Arif mencapai maqom ma'rifat tapi lupa
akan syari'at, saking tingginya sinar kema'rifatan hingga ia tak bisa
melihat makhluq, yang tercipta dan terbayang hanyalah Kholiq, adapun
makhluq tidak terperhatikan, perasaannya di dunia ini tidak ada
siapa-siapa kecuali dirinya dan Alloh.
Orang
yang seperti ini disebut wali majdub, yang prilakunya bukan untuk
ditiru oleh manusia biasa, ucapannya bukan untuk diikuti, sabab sudah
tidak terkendalikan okeh hukum, tapi bukan berati salah tapi sudah
berbeda maqom dan kedudukannya, kalaulah diberi langsung oleh Alloh
menjadi Majdub itu baik, tapi kalau mengusahakan diri itu haram.
|
No comments:
Post a Comment
Silahkan Jika Anda Ingin Berkomentar, Namun Tolong Gunakan Bahasa Yang Baik & Sopan