Tuesday 29 October 2013

Mengenal lebih jauh Ali Bin Abi thalib ra



Semua Muslim pasti mengenal nama ini, ya, ia adalah sepupu sekaligus sahabat dan menantu Rasulullah saw, suami dari Fatimah Az-Zahra, putri tercinta Rasulullah.

Ali adalah putra Abi Thalib, paman nabi saw yang pernah mengasuh beliau sejak wafatnya Abdul Muthalib, sang kakek yang sangat mencintai nabi. Atas jasa sang paman inilah Rasulullah dapat berdakwah tanpa khawatir disakiti secara berlebihan. Dan nyatanya memang begitu Abi Thalib tiada, maka orang-orang musyrik Quraisypun berani berkomplot untuk membunuh beliau.

Jadi bukan hal yang mengherankan ketika suatu saat sebagai balas kasih, Rasulullah mengangkat Ali sebagai anak angkat. Ini beliau lakukan setelah 10 tahun menikah dengan istri tercinta Khadijah dan mendapati bahwa keadaan sang paman yang memiliki banyak anak itu makin hari makin sulit. Untuk itu rasulpun mengajak Abbas, paman beliau yang lain, untuk membantu meringankan beban Abi Thalib, yaitu dengan mengangkat masing-masing satu anak. Maka jadilah Abbas mengambil Jaffar dan Rasulullah mengambil Ali yang ketika itu masih berumur 4 tahun. Kebetulan ketika itu Allah swt memang tidak menganugerahi Rasulullah seorangpun anak lelaki.

Di dalam rumah bersuasana kenabian inilah akhirnya Ali tumbuh, menjadi salah satu saksi turunnya ayat-ayat suci Al-Quran dari malaikat Jibril as kepada ayah angkatnya. Pada usia yang masih belia, Ali tercatat sebagai orang pertama yang bersyahadat, setelah Khadijah.

Memasuki usia remaja, Ali telah ikut terlibat dalam peperangan meski mengawalinya hanya dengan sebagai pembawa anak panah. Itupun setelah ia merengek kepada Rasulullah agar diizinkan ikut berperang demi tegaknya Islam.

Ali mempunyai andil besar ketika Rasulullah hijrah ke Madinah, hingga lolos dari usaha pembunuhan yang dilakukan orang-orang musrik Quraisy. Ia mendapat tugas menggantikan posisi Rasulullah tidur di atas pembaringan sementara Rasulullah sendiri ditemani Abu Bakar diam-diam meninggalkan Mekah menuju Madinah.

Menginjak usia dewasa, Ali mendambakan Fatimah Az-Zahra, putri kesayangan Rasulullah, sebagai pendamping hidupnya. Namun ia tidak pernah berani mengungkapkan keinginan tersebut kalau saja seorang sahabat yang mengetahui hal ini tidak mendorongnya. Ketika akhirnya ia datang menemui Rasulullah dengan tujuan meminangnya, tak satu patahpun kata keluar dari mulutnya. Beruntung Rasulullah yang ternyata memang ingin menikahkan Ali dengan sang putri tercinta dapat mengetahui isi hati sang calon menantu yang juga amat beliau cintai itu.

“ Apakah engkau memiliki sesuatu untuk dijadikan mahar ?”, tanya Rasulullah lembut.

“Tidak”, jawab Ali tertunduk malu.

“Apa yang terjadi dengan pedang yang pernah aku berikan padamu”, tanya Rasulullah lagi.

Maka jadilah dengan pedang bernama Zulfikar tersebut, Alipun resmi menjadi suami Fatimah Az-Zahra yang terus setia mendampinginya hingga akhir hayat sang istri tercinta. Sementara itu, Ali memilih Abu Turab sebagai julukan kesukaannya. Hal ini berawal ketika suatu ketika Rasulullah mencari Ali dan mendapatinya sedang tertidur dengan debu mengotori punggungnya yang tersingkap. Rasulpun lalu duduk dan membersihkan punggung Ali sambil berkata, “Duduklah wahai Abu Turab, duduklah.” Turab dalam bahasa Arab adalah tanah.

Tak lama setelah Ali menikah, pecah perang pertama dalam sejarah Islam yaitu perang Badar. Di usianya yang relative masih muda Ali, disamping Hamzah paman Rasul saw, telah membuktikan ketangguhannya dalam berperang. Namun kehebatan pedang Ali baru benar-benar terlihat mencolok ketika pecah perang Khandak. Perang Khandak atau yang juga sering disebut perang parit karena parit yang dibangun kaum Muslimin atau perang Ahzab yang artinya sekutu atau gabungan karena musuh yang dihadapi kaum Muslimin ketika itu adalah pasukan gabungan Quraisy Mekah dan Yahudi bani Nadir.

Adalah Amar bin Abdi Wud, jago pedang Quraisy yang dijuluki sebagai orang yang mempunyai 1000 kekuatan. Ia berhasil melompati parit pemisah yang sengaja dibangun di bagian utara Madinah untuk melindungi kota dari serangan pasukan gabungan tersebut.

Dengan pongah Amar berkoar : “ Adakah satu diantara kalian yang berani menghadapi kehebatan pedangku? “.

Hingga 3 kali ia berteriak-teriak seperti itu, dan 3 kali itu pula Ali memohon kepada Rasulullah agar diizinkan menjawab tantangan tersebut.

“ Dia Amar. Tetaplah di tempatmu”, begitu jawaban Rasulullah, menyadari bahwa Amar bukanlah orang yang mudah dikalahkan.

“Mana surga yang menurut kalian akan kalian masuki bila kalian tewas sebagai syuhada?”, teriak Amar lagi, membuat Ali dan siapapun yang mendengarnya semakin panas.

Pada permohonan Ali ke 3 inilah akhirnya Rasulullah mengizinkan menantunya itu menghadapi tantangan Amar. Mulanya Amar melecehkan kemampuan Ali yang dianggapnya terlalu muda dan mudah untuk dikalahkan. Namun nyatanya dalam sekali gebrakan saja, berkat Zulfikar, pedang pemberian Rasulullah yang amat disayanginya itu, Ali dapat melumpuhkan musuhnya.

Sementara dalam perang Khaibar, perang melawan Yahudi dimana mereka bertahan di dalam benteng bernama Khaibar, Nabi saw bersabda:

“Besok, akan aku serahkan bendera kepada seseorang yang tidak akan melarikan diri, dia akan menyerang berulang-ulang dan Allah akan mengaruniakan kemenangan baginya. Allah dan Rasul-Nya mencintainya dan dia mencintai Allah dan Rasul-Nya”.

Esoknya, “Panggilkan Ali untukku”, lalu Ali datang dengan matanya yang sakit, kemudian Rasulullah meludahi kedua matanya dan memberikan panji kepadanya.

Maka, seluruh sahabat yang tadinya berangan-angan mendapatkan kemuliaan tersebut terdiam. Ali yang bernama asli Haydar, singa dalam bahasa Arab, akhirnya memimpin pertempuran sengit tersebut hingga pasukan Muslimpun mencapai kemenangan gemilang.

Dalam perjanjian Hudaibiyah, perjanjian antara kaum Muslimin dan kaum Musrikin Mekah, Rasulullah memerintahkan Ali sebagai juru tulis, mewakili kaum Muslimin. Ketika Rasulullah mendiktekan Ali kalimat “Bismillahir rahmanir rahim”, Suhail bin Amr, wakil dari Musyirikn Mekah, langsung menyela “ Ar-Rahman, demi Allah aku tidak tahu siapa dia. Karena itu, tulislah ‘Bismika Allahumma”. Berikut petikan kisah yang tercatat dalam hadist riwayat Muslim,

« Tulislah syarat antara kami dengan mereka dengan Bismillahirrahmanirrahim, ini adalah hasil keputusan yang ditetapkan oleh Muhammad Rasulullah. Maka orang-orang Musyrik berkata kepada beliau, “ Sekiranya kami mengetahui kalau kamu adalah Rasulullah, niscaya kami akan mengikutimu, akan tetapi tulislah Muhammad bin Abdullah”. Lalu beliau menyuruh Ali supaya menghapusnya, namun Ali berkata, “Demi Allah, aku tak akan menghapusnya”. Kemudian Rasulullah bersabda: « Beritahukanlah kepadaku tempat yang kamu tulis tadi ».

Ali bin Abi Thalib tak diragukan lagi adalah sosok yang patut menjadi panutan. Tidak hanya keberanian dan kepiawaiannya dalam berperang namun terlebih lagi karena ketakwaan dan ke-zuhud-annya, seperti juga akhlak sebagian sabahat, karena memang begitulah yang dicontohkan Rasulullah saw. Apalagi Ali yang sejak kecil telah tinggal bersama nabi, menjadi bukti betapa suasana dan didikan rumah kenabian telah begitu dalam tertancap di lubuk sanubarinya.

Dikisahkan suatu hari, Ali mendengar kabar bahwa telah datang ke Madinah sejumlah tawanan perang. Maka Alipun datang memohon kepada Rasulullah agar diberi satu diantara mereka agar dapat membantu meringankan pekerjaan Fatimah, sang istri tercinta, yang terlihat sangat lelah mengerjakan pekerjaan sehari-harinya. Sementara Ali sendiri sibuk bekerja di perkebunan sebagai pemetik kurma untuk menafkahi keluarganya.

Namun ternyata Rasulullah tidak berkenan mengabulkan permohonan tersebut. Beliau malah menasehati pasangan muda tersebut agar bersabar menghadapi kesulitan kehidupan dunia. Karena yang demikian justru bisa mendekatkan diri pada Allah Azza wa Jalla. Dan sebagai gantinya Rasulullah bersabda : “Sebelum tidur, bacalah Subhanallah 33 kali, Alhamdulillah 33 kali dan Allahuakbar 33 kali. Yang demikian akan lebih baik daripada seorang pelayan”.(HR.Bukhari).

Dari Ali pula muncul aneka ajaran tarekat dan sufisme yang memang menomer-satukan kesederhanaan, hidup jauh dari kemewahan duniawi dan materialisme. Ali memilih tidur di atas pasir tanpa alas dan mengenakan pakaian yang terbuat dari goni sebagai cara hidupnya. Suatu hari Ali berkata : “Oh dunia, enyahlah kau dari penglihatanku. Oh dunia, kau tidak akan mampu membuatku tertipu, pergilah mencari orang lain ! ».

Kaum sufi menyebut “Karamallahu wajhah” di belakang nama Ali, yang artinya semoga Allah memuliakan wajahnya, karena Ali pernah bersumpah tidak akan menggunakan wajahnya untuk melihat hal-hal yang buruk. Sementara orang-orang Syiah memilih sebutan “Alaihi salam” di belakang nama Ali sebagaimana penyebutan para nabi, karena mereka beranggapan bahwa Ali bin Abi Thalib adalah nabi. Sedangkan kaum Sunni menambah sebutan “ Radiaallahu anhu ( ra)” di belakang nama Ali sebagaimana penghormatan terhadap ke 3 Khulafaul Rashidin lainnya, yaitu Abu Bakar, Umar bin Khattab dan Ustman bin Affan.

Patut diketahui, Ali bin Abi Thalib di mata Rasulullah memang memiliki kedudukan istimewa. Ini terbukti dari hadist shahih riwayat Bukhari, juga Muslim, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad, seperti berikut ini :

“Telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada kami Yahya dari Syu’bah dari Al Hakam dari Mush’ab bin Sa’ad dari bapaknya, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menugasi Ali bin Abi Thalib untuk menjaga kaum muslimin ketika terjadi perang Tabuk.” Ali berkata; “Ya Rasulullah, mengapa engkau hanya menugasi saya untuk menjaga kaum wanita dan anak-anak?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Tidak inginkah kamu hai Ali memperoleh posisi di sisiku seperti posisi Harun di sisi Musa, padahal sesudahku tidak akan ada nabi lagi?”. (HR. Shahih Bukhari 4064, Shahih Muslim 4/1870).

“ Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.(QS. Al-Ahzab(33):40).

Dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya kerasulan dan kenabian telah ter-putus, maka tidak ada rasul dan nabi sesudahku.”. (HR. Turmudziy).

Ironisnya, keistimewaan ini di kemudian hari justru membawa petaka. Dan Rasulullah pernah memperingatkan hal ini. ( dari “Ali bin Thalib, Le heroes de la chevalerie” karya Recit Haylamaz).

“ Ya Ali, nasibmu kelak akan seperti Isa bin Maryam, dimana sebagian umat Yahudi membangkang dan melontarkan fitnah kejam terhadap ibunya, sementara sebagian umat Nasrani secara berlebihan memujanya hingga di luar batas


No comments:

Post a Comment

Silahkan Jika Anda Ingin Berkomentar, Namun Tolong Gunakan Bahasa Yang Baik & Sopan

My Blog List

Pages

Pages - Menu

Followers

Become our Fan

The Amazing of Islam
SEBELUM MEMBACA UCAPKANLAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM, ALLAHUMMA SHALLI ALA SAYYIDINA MUHAMMAD WA'ALA ALI SAYYIDINA MUHAMMAD !!